"Historia Magistra Vitae (Sejarah adalah Guru Kehidupan)"
Sejarah Singkat Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI)
Cikal bakal PGRI berawal dari semangat perjuangan para guru pribumi di zaman Belanda, pada tahun 1912 dengan membentuk organisasi bernama Persatuan Guru Hindia Belanda (PGHB) Organisasi ini bersifat unitaristik yang anggotanya terdiri dari para guru bantu, guru desa, kepala sekolah, dan penilik sekolah. Dengan latar pendidikan yang berbeda-beda, mereka umumnya bertugas di sekolah desa dan sekolah rakyat angka dua.
Tidak mudah bagi PGHB
memperjuangkan nasib para anggotanya yang memiliki pangkat, status sosial dan
latar belakang pendidikan yang berbeda. Sejalan dengan keadaan itu, di samping
PGHB berkembang pula organisasi guru baru antara lain Persatuan Guru Bantu,
Perserikatan Guru Desa, Persatuan Guru Ambachtsschool Perserikatan
Normaalschool Hogere Kweekschool Bond disamping organisasi guru bercorak
keagamaan dan kebangsaan lainnya.
Pada tahun 1932 nama Persatuan
Guru Hindia Belanda (PGHB) diubah menjadi Persatuan Guru Indonesia (PGI).
Perubahan nama ini mengejutkan pemerintah Belanda, karena kata "Indonesia"
yang mencerminkan semangat kebangsaan sangat tidak disenangi oleh Belanda.
Sebaliknya kata "Indonesia" ini sangat didambakan oleh guru dan
bangsa Indonesia.
Pada zaman pendudukan Jepang
segala organisasi dilarang, sekolah ditutup. Persatuan Guru Indonesia (PGI)
tidak dapat lagi melakukan aktivitas.
Semangat
proklamasi 17 Agustus 1945 menjiwai penyelenggaraan Kongres Guru Indonesia pada
tanggal 24-25 November 1945 di Surakarta. Melalui kongres ini segala organisasi
dan kelompok guru yang didasarkan atas perbedaan tamatan, lingkungan pekerjaan,
lingkungan daerah, politik agama dan suku, sepakat dihapuskan. Mereka adalah
guru-guru yang aktif mengajar, pensiunan guru yang aktif berjuang, dan pegawai
pendidikan Republik Indonesia yang baru dibentuk. Mereka bersatu untuk Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
Di dalam
kongres inilah, pada tanggal 25 November 1945-seratus hari setelah proklamasi
kemerdekaan Republik Indonesia-Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI)
didirikan dengan tiga tujuan, yaitu: 1. Mempertahankan dan menyempurnakan
Republik Indonesia: 2. Mempertinggi tingkat pendidikan dan pengajaran sesuai
dengan dasar-dasar kerakyatan; 3. Membela hak dan nasib buruh umumnya, guru
pada khususnya.
Sejak Kongres Guru Indonesia
itu, semua guru Indonesia menyatakan dirinya bersatu di dalam wadah Persatuan
Guru Republik Indonesia (PGRI).
Di era revolusi kemerdekaan, Persatuan Guru Republik Indonesia bekerja di tengah-tengah ayunan gelombang revolusi, bercita-cita tinggi-luhur suci murni membangun bangsa melalui pendidikan dan pengajaran. Para guru berjuang dan membangun segalanya yang runtuh, remuk redam, retai pada semua lapangan, terutama pada lapangan pengajaran dan pendidikan
Kelahiran PGRI sebagai tuntutan sejarah melalui proses yang panjang dan lahir tepat saat rakya Indonesia berjuang menegakkan dan mempertahankan kemerdekaan, Sumbangsih kaum guru tertulis dalam sejarah turut mempertahankan dan mengisi kemerdekaan. Karena itu, "Jangan sekali-kali meninggalkan sejarah (Jas Merah)".
Periode tahun
1962-1965 merupakan masa kelam dengan timbulnya ketegangan dan perpecaha akibat
penyusupan ideologi yang bertentangan dengan Pancasila. PGRI sesuai jati
dirinya sebaga organisasi perjuangan tetap teguh mempertahankan Pancasila
sebagai ideologi bangsa dan negara
Dalam suasana
politik di era Orde Baru, PGRI menjadi pilar penting pendidikan nasional dan
terus bertahan serta berperan dalam proses perjalanan bangsa melalui pengabdian
di bidang pendidikan. Eksistensi dan legalitas PGRI secara konstitusional masa
itu tidak lepas dari kejelian strategi pengurus dan kesolidan para anggota PGRI
aktif membangun jejaring dengan organisasi guru internasional. Pada tahun 1978,
PGRI mengharumkan nama Indonesia dengan sukses menjadi tuan rumah Kongres
Organisasi Guru Dunia (WCOTP).
Di era reformasi hingga saat
ini. PGRI terus melakukan transformasi kultural dan struktural PGRI terus
tumbuh berkembang dan banyak melakukan perubahan secara internal agar adaptif
terhadap perkembangan zaman yang terus berubah. Pengurus dan anggota PGRI di semua
tingkatan adaptif merespon segala perubahan dengan saling belajar dan berbagi
melalui perangkat kelembagaan PGRI seperti Lembaga Kajian Kebijakan Pendidikan,
Asosiasi Profesi dan Keahlian Sejenis (APKS), PGRI Smart Learning and Character
Center (PSLCC), Perempuan PGRI, IGTKI PGRI dan Lembaga Pendidikan PGRI.
Perjuangan PGRI dalam
mengusahakan 20 persen dari APBN/APBD untuk pendidikan menjadi catatan sejarah
penting bahwa PGRI terus memberikan banyak manfaat bagi peningkatan
kesejahteraan para guru dan peningkatan mutu pendidikan. PGRI turut membidani
lahirnya UU 14 tahun 2005 yang berimplikasi adanya Tunjangan Profesi Guru (TPG)
yang dinikmati para guru yang tersertifikasi hingga saat ini, PGRI memberikan
masukan kepada pemerintah agar RUU Sisdiknas yang sedang disusun tetap
mempertahankan aturan jelas dan tegas mengenai TPG.
Selain itu, PGRI terus
berkomitmen dalam memperjuangkan nasib para guru dan tenaga kependidikan
honorer di bawah Kemendikbudristek dan Kemenag, khususnya bagi mereka yang
berusia di atas 35 tahun agar diberikan kesempatan menjadi Aparatur Sipil
Negara (ASN) melalui jalur Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
Hal ini telah direspon dengan sangat baik oleh Pemerintah dengan membuka
penerimaan ASN PPPK di tahun 2021 dan 2022, sehingga memberikan peluang dan
kesempatan yang baik bagi para guru honorer untuk mengikutinya. Meskipun dalam
sistem pelaksanaannya masih memerlukan perbaikan terus menerus.
Di masa mendatang, PGRI
mendorong pemerintah agar terus memberikan kesempatan para calon guru untuk
menjadi PNS melalui pembukaan kembali formasi jalur ASN CPNS agar guru menjadi
profesi yang didam-idamkan oleh anak muda terdidik yang memiliki prestasi
terbaik di bidang akademik, bertalenta, berkepribadian baik, dan menjadi teladan
PGRI berafiliasi dengan ASEAN Council of Teachers+1 yang beranggotakan organisasi guru se- ASEAN plus Korea Selatan. Juga tergabung dalam Education International (EI), sebuah organisasi guru dunia yang terdiri dari 172 negara. Berbagai hal tersebut di atas menjadikan PGRI di usianya yang ke-77, menjadi lebih berdaya dan digdaya di dalam negeri maupun dunia internasional.
Hidup Guru, Hidup PGRI, Solidaritas
Yes!
Jakarta, 25 November 2022
Ketua Umum
Pengurus Besar PGRI,
Prof. Dr. Unifah Rosyidi, M.Pd
NPA 09030700004
Tidak ada komentar